Posted in Buletin
gaulislam,Tahun
IV/2010-2011 by Amira Mehnaaz on the January 31st, 2011
Pasti deh banyak orang menginginkan
bisa tampil menarik, ganteng atau cantik lalu ditaburi puja-puji dan decak
kagum dari mereka yang melihatnya. Jujur kan kalo kamu juga pengen bisa tampil
keren dengan wajah yang amboi dirindu banyak orang? Sampe-sampe buat kamu yang
kebetulan punya wajah jenis PPD alias Pas Pasan Deh tetap ngotot pengen
dipermak. Bila perlu operasi plastik. Cuma ati-ati aja, kalo salah bahan tuh
muka malah jadi ember. Wakakakak… eh nggak ding. Sori buat yang ngerasa udah
mirip sama ember. Hehehe.. abisnya punya wajah katanya fotogenik. Difoto dekat
sumur malah jadi mirip timbaan (aduh sori, jangan bikin rusuh ya dengan candaan
gue model gini!)
Bro en Sis, tampil keren dan jadi idola,
atau paling nggak bisa dikenal orang lah, adalah perasaan dan cita-cita yang
ada di lubuk hati kita yang paling dalam. Buktinya, banyak orang yang secara
sadar akhirnya ikut berbagai macam ajang pencarian bakat dari berbagai jenis
keahlian: nyanyi, nari, olah vokal, joget (lho.. lho.. kok sama aja ya?
Hehehe.. harap dipersori nih yang nulis lagi ngelantur. Maklum, kalo dikejar
deadline gini jadi rada-rada slebor nih nulis. Pengen cepet beres, pengen cepet
ngerjain tugas yang lain. Hasilnya? Ya, kamu bisa lihat sendiri isi tulisan
ini. Kalo bagus ya alhamdulillah, kalo jelek yang jangan dikritik (pletak!
Hehehe.. boleh ding, silakan kritik aja selama itu bisa baik buat semuanya.
Ok?)
Yup, bukti bahwa kita-kita kepengen
tampil keren dan bila perlu mengundang decak kagum orang yang melihat kita,
adalah kita merasa senang banget kalo dipuji orang. Ngerasa bangga en bahagia
kalo sampe dinanti-nanti kehadirannya. Wuih, pokoknya jadi bintanglah. Keren
kan? Langsung aja rasakan sendiri. Banyak orang pengen eksis di situs jejaring
sosial macam facebook. Biar eksis rela tampil narsis. Bikin status wall yang
unik-unik. Saking narsisnya kadang ngabarin (entah kepada siapa, karena mungkin
temennya sih udah pada molor semua jam 12-an malam mah), bahwa dirinya
tengah berada di Puncak, misalnya. Terus nulis status di wall FB gini: “@
Puncak Pass. Bakar jagung sambil ditemani kuntilanak” (hehehe ini sih dusta,
Bro. Aseli).
Semua orang emang seneng kalo
dihargai dan dihormati. Sebab, dalam diri manusia, siapapun dia, Allah Swt.
udah ‘nancepin’ naluri mempertahankan diri. Dalam bahasa Arab dikenal dengan
istilah gharizah al-baqa’. Penampakannya bisa dalam bentuk ingin dihargai,
ingin dihormati, ingin diangap lebih, ingin dianggap paling hebat, ingin tetap
eksis, ingin hidupnya nyaman, ingin memiliki kekuasaan, ingin diperhitungkan
(kalo dianggap bilangan aja mah nggak mau, apalagi dijadikan ban serep,
pasti ogah tujuh tanjakan!).
Bro en Sis pembaca setia gaulislam,
lalu apa maksud judul gaulislam kali ini: “Kerenkan Dirimu, Sobat!”? Ya, tentu
ada alasannya. Ada maksud dan tujuan. Ada targetnya juga. Begini kalo mau
diceritain sih. Manusia itu memiliki sifat-sifat yang positif dan negatif dalam
dirinya. Upayakan yang muncul lebih dominan adalah sisi positifnya. Sementara
yang negatifnya, kita minimalisir (sebab kalo dihilangkan banget kayaknya nggak
bisa dan nggak mungkin deh). Sisi positifnya apa? Banyak. Manusia bisa berbuat
baik, manusia bisa pinter, bisa menghargai, bisa menghormati, bisa diajak
kerjasama, bisa dibawa mikir, bisa diminta bantuan, bisa diberikan ilmu, bisa
dijadikan teman berjuang, bisa semangat dan menyemangati, bisa menjadi
inspirasi, dan lain sebagainya dari semua yang positif. Kenapa ini perlu
diperhatikan? Karena manusia adalah makhluk yang diciptakan dalam bentuk yang
sebaik-baiknya. Dalam al-Quran Allah Swt menyebut: Laqod kholaqnal insaana
fii ahsani taqwiim (sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya). Wuih.. coba deh bandingin ama makhluk hidup
ciptaan Allah Swt yang lainnya. Pantas kita bersyukur, sobat. Maka, jangan
sampe kita minim prestasi dan minim amaliah, apalagi lost iman. Jadi,
kerenkan dirimu, sobat!
Tinggalkan dunia anak-anak, ya!
Dunia anak-anak memang lucu, karena
yang ada di komunitas berbaginya itu adalah anak-anak. Lengkap dengan segala
kelucuan, keluguan, kepolosan dan penuh rasa penasaran. Mimik muka yang innocent
tapi asik dilihat, gaya bicara yang menggemaskan dan semua hal yang khas
anak-anak. Usia mereka mulai dari kelas bayi, balita, sampe umur sepuluh
tahunan atau sebelum baligh. But, gimana jadinya kalo dunia anak diisi
komunitasnya oleh orang-orang bertubuh bongsor, berkumis dan berjenggot, muncul
jakun, udah tumbuh bulu ketiak dan bulu-bulu lainnya di bagian tubuh tertentu?
Well, itu sih bukan lucu, bisa jadi malah nyebelin. Apalagi kalo sikapnya juga childish
alias kekanak-kanakan. Hadeeeuh.. yang ada bukan nyubit gemes pipinya tapi
malah bisa-bisa ditampar tuh pipi kalo bandel.
Sobat muda muslim, gue kadang masih
nemuin tuh ada orang yang udah usia di atas 20-an tahun tetapi sikapnya masih
kayak anak-anak. Misalnya, susah diajak berdialog nyari solusi, nggak mudah
menerima kritikan dan teguran (malah ngeresponnya langsung dengan cara
memusuhi), nggak mudah hidup di lingkungan yang nggak nyaman buat dirinya (maka
kalo berhubungan dengan orang lain dan suatu saat ada masalah di antara mereka,
maka solusinya adalah meninggalkan masalah tersebut, bukan menyelesaikannya,
karena dia ingin mencari kenyamanan menurut persepsinya), manja, orang seperti ini
juga sering salah persepsi: kita niatnya ingin bantuin dia, eh, dia malah
merespon inginnya dilindungi (waduuh! Cape deh!). Beda dong, membantu dengan
melindungi. Nggak keren banget tuh!
From nothing to something
Weis.. pake bahasa negerinya Wayne
Rooney segala nih nulisnya. Sip, sekali-kali boleh lah. Bukan supaya disebut
keren, tapi biar kamu juga jadi tambah wawasan, meski hanya dalam istilah
bahasa. Iya nggak sih?
From nothing to something secara kasarnya diterjemahkan sebagai “dari tiada menjadi ada”.
Artinya pula, dari yang hanya dianggap sebagai bilangan saja kemudian menjadi
diperhitungkan. Keren ya? Benar adanya Imam asy-Syafii. Beliau pernah
berkomentar bahwa “Pemuda yang tidak memiliki ilmu dan ketakwaan, matinya lebih
baik daripada hidupnya”. Wuih, ini sindiran telak kepada kita dari seorang
ulama besar yang tentu saja ilmunya bejibun. So, hidup terasa hambar
kalo cuma diisi dengan tidur, kentut, buang air besar, buang air kecil, ngupil,
makan, main, beranak. Aduuh… rasanya hidup terlalu berharga kalo cuma diisi
dengan hal ‘sepele’ itu aja. Hidup bukan sekadar tumbuh, tapi juga berkembang.
Itu yang perlu kita perhatiin dan ingat terus dalam prinsip hidup kita.
Lihatlah, kita perlu ngiri sama
orang-orang di luar Islam. Meski mereka menyandang status kafir alias tidak
beriman, mereka bisa berprestasi, bisa menjadi pribadi yang hebat dalam bisnis,
dalam ilmu pengetahuan, dalam jiwa sosialnya, dalam mendidik anaknya, dalam
membahagiakan keluarganya, dalam mengelola harta kekayaannya. Kita pantas ngiri
agar kita bisa berusaha sebaik mereka karena kita lebih hebat dalam ketaatannya
kepada Allah Swt. Kita, meski tingkatan iman di antara kita berbeda-beda,
tetapi insya Allah kita terselamatkan karena sudah beriman kepada Allah Swt.
Berbeda dengan mereka, yang memang tidak beriman. Nah, nilai lebih inilah yang
seharusnya memotivasi kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik, menjadi orang
beriman yang hebat dalam segala bidang, karena semua amal shalih kita dilandasi
oleh keimanan yang utuh kepada Allah Swt. Insya Allah. Kita pasti bisa
melakukannya. Siap ya.
Sementara orang-orang yang nggak
beriman kepada Allah Swt., tetapi mereka diberikan kemudahan dalam rizkinya,
kemudahan dalam usahanya, dan segala kenikmatan lainnya, yakinlah, bahwa itu
hanyalah istidraj. Apa itu istidraj? Istidraj adalah mengulur, memberi terus
menerus supaya bertambah lupa, tiap berbuat dosa ditambah dengan nikmat dan
dilupakan untuk minta ampunan, kemudian dibinasakan.
Allah Swt. menjelaskan dalam
firmanNya (yang artinya): “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang
telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan
untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah
diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka
ketika itu, mereka terdiam, berputus asa.” (QS al-An’aam [6]: 44)
Rasullulah saw. bersabda: “Apabila
kamu melihat bahwa Allah Swt. memberikan nikmat kepada hambaNya yang selalu
berbuat maksiat, ketahuilah bahwa orang itu telah diistidrajkan oleh Allah
Swt.” (HR at-Tabrani, Ahmad dan al-Baihaqi)
Nah lho. Itu artinya, kita jangan
berputus asa mencari rizki dan mengubah diri kita menjadi lebih baik, lebih
keren dalam iman, ilmu dan amalnya. BTW, penjabaran detil tentang iman, ilmu,
dan amal udah kita bahas lebih detil di gaulislam edisi 169 yang judulnya:
“Kita Harus Kuat!” (silakan dibaca lagi ya).
Bro, ini hikmah buat kita. Gimana
nggak, orang kafir yang mereka (mungkin) saja tahu bakalan dihancurkan semua
yang mereka anggap keren dan membanggakan aja prestasinya banyak yang keren di
segala bidang. Maka, kita harusnya lebih semangat lagi, karena semua yang kita
ingin raih dan kerenkan dalam diri kita sudah dilandasi oleh keimanan. Tentu
berbeda nilainya dong ya. Ayo, kita interospeksi: sudah maksimalkah usaha kita
untuk membuat diri kita keren–tidak saja di keren hadapan manusia, tetapi yang
utama adalah di hadapan Allah Ta’ala? Semangat Bro en Sis! Tunjukkan bahwa kita
mampu menjadi sosok yang tadinya pecundang jadi pejuang dan pemenang: from
zero to hero! Yup, tadinya dianggap biasa, menjadi luar biasa. Tadinya
anonim menjadi nonim. From nothing to something. Keren dah! Yuk mari,
kerenkan dirimu dengan ISLAM dan ajarannya yang keren punya. [solihin:
osolihin@gaulislam.com